2. Jelaskan peran Lembaga Keuangan dalam proses
Intermediasi !
JAWABAN:
Intermediasi keuangan adalah proses/kegiatan pengalihan dana
dari penabung (ultimate lenders) kepada peminjam (ultimate
borrowers). Proses intermediasi dilakukan oleh lembaga keuangan dengan cara
membeli sekuritas primer yang diterbitkan oleh unit defisit dan dalam waktu
yang sama lembaga keuangan mengeluarkan sekuritas sekunder kepada penabung atau
unit surplus.
Lembaga keuangan sebagai lembaga intermediasi memiliki peran
yang sangat strategis dalam proses intermediasi keuangan sebagai berikut:
a.
Pengalihan
aset (asset transmutation)
Untuk memenuhi kebutuhan dananya,
unit ekonomi menerbitkan sekuritas primer yang jangka waktunya dapat
disesuaikan dengan keinginan dan kebutuhannya. Surat-surat berharga yang
diterbitkan oleh unit defisit kemungkinan jumlah, jangka waktu dan bentuknya
berbeda dengan kebutuhan unit surplus.
b. Likuiditas
Hal ini berkaitan dengan kemampuan memperoleh uang tunai pada saat
Hal ini berkaitan dengan kemampuan memperoleh uang tunai pada saat
dibutuhkan.
c.
Realokasi
pendapatan
Untuk merealokasi penghasilan pada
dasarnya dapat saja membeli dan menyimpan barang misalnya rumah, tanah dan
sebagainya, namun dengan memiliki sekuritas sekunder yang dikeluarkan lembaga
keuangan misalnya simpanan di bank, polis asuransi jiwa, reksa dana, program
pensiun dan sebagainya, akan jauh lebih baik dibandingkan dengan alternatif
pertama.
d.
Transaksi
Sekuritas sekunder yang diterbitkan
Iembaga intermediasi keuangan seperti rekening giro, tabungan, deposito
berjangka atau sertifikat deposito dan sebagainya, merupakan bagian dari sistem
pembayaran / transaksi.
Gambar:
Kasus di Lembaga Keuangan
Kronologi kejadian :
Apa yang terjadi di BRI merupakan kasus pelanggaran prosedur pencairan kredit, pemalsuan surat perintah pencairan dana dan manipulasi system perbankan yang dilakukan pimpinan wilayah bank dengan pihak luar. Kejadian ini berawal dari rayuan Kepala Cabang BRI Senen kepada seorang nasabah yang bernama A G. Dia menawarkan deposito valas dengan bunga di atas rata-rata serta dijamin Bank Indonesia. Tertarik, AG menyetujui meskipun dia tidak bisa membaca cermat surat aplikasi yang diajukan, karena dalam keadaan sakit stroke. Melalui BNI, akhirnya dana masuk sebesar U$ 2 juta ke BRI Cabang Senen pada 6 Februari 2003. Setelah itu, Kepala Cabang menandatangani surat pencairan kredit dengan agunan kas (cash collateral) sebesar Rp. 15 miliar kepada nasabah tadi, yaitu AG. Padahal sang nasabah tidak pernah mengajukan kredit dan tidak pernah menandatangani dokumen-dokumen persyaratan kredit dengan jaminan dana didepositonya. Selain itu, ia juga tidak pernah menyetujui untuk menggunakan deposito tersebut sebagai jaminan kredit. Kredit disalurkan kepada RL, pemilik perusahaan PT. PP. Model seperti ini juga dilakukan terhadap dana milik Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912. Dana sebesar Rp 36 miliar dicairkan. Ketika deposito akan jatuh tempo, Kepala Cabang Senen ini mendapat “bantuan” dari BPD Kalimantan Timur sebesar Rp 100 miliar, tentu dengan iming-iming suku bunga di atas rata-rata yang berlaku di pasar. Setelah dana masuk, langsung ditransfer ke PT DM dengan dasar faksimili fiktif yang dibuat seolah-olah dari BPD Kaltim ke rekening perusahaan yang sama, yaitu PT DM, pembobol bank itu juga mencairkan dana Rp 70,5 miliar dengan jaminan deposito Dana Pensiun Perkebunan.
Apa yang terjadi di BRI merupakan kasus pelanggaran prosedur pencairan kredit, pemalsuan surat perintah pencairan dana dan manipulasi system perbankan yang dilakukan pimpinan wilayah bank dengan pihak luar. Kejadian ini berawal dari rayuan Kepala Cabang BRI Senen kepada seorang nasabah yang bernama A G. Dia menawarkan deposito valas dengan bunga di atas rata-rata serta dijamin Bank Indonesia. Tertarik, AG menyetujui meskipun dia tidak bisa membaca cermat surat aplikasi yang diajukan, karena dalam keadaan sakit stroke. Melalui BNI, akhirnya dana masuk sebesar U$ 2 juta ke BRI Cabang Senen pada 6 Februari 2003. Setelah itu, Kepala Cabang menandatangani surat pencairan kredit dengan agunan kas (cash collateral) sebesar Rp. 15 miliar kepada nasabah tadi, yaitu AG. Padahal sang nasabah tidak pernah mengajukan kredit dan tidak pernah menandatangani dokumen-dokumen persyaratan kredit dengan jaminan dana didepositonya. Selain itu, ia juga tidak pernah menyetujui untuk menggunakan deposito tersebut sebagai jaminan kredit. Kredit disalurkan kepada RL, pemilik perusahaan PT. PP. Model seperti ini juga dilakukan terhadap dana milik Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912. Dana sebesar Rp 36 miliar dicairkan. Ketika deposito akan jatuh tempo, Kepala Cabang Senen ini mendapat “bantuan” dari BPD Kalimantan Timur sebesar Rp 100 miliar, tentu dengan iming-iming suku bunga di atas rata-rata yang berlaku di pasar. Setelah dana masuk, langsung ditransfer ke PT DM dengan dasar faksimili fiktif yang dibuat seolah-olah dari BPD Kaltim ke rekening perusahaan yang sama, yaitu PT DM, pembobol bank itu juga mencairkan dana Rp 70,5 miliar dengan jaminan deposito Dana Pensiun Perkebunan.
SUMBER: