1. Contoh
hitungan Investasi
PT
asthree mempertimbangkan investasi dengan harga 40.000.000. mesin tersebut di
depresiasi dengan metode garis lurus selama 8 tahun tanpa nilai residu. mesin
tersebut akan menghasilkan aliran kas bersih pertahun sebelum dikurangi pajak
Rp.12.000.000. tarif pajak 50%. hitung berapa besarnya laba tunai dan berapa
lama Payback Periodenya ?
JAWABAN:
Depresiasi = HP-NS = 40.000.000-0 =
5.000.000
UE
8
laba tunai = laba bersih sebelum pajak + depresiasi
=
(12.000.000x50%) + 5.000.000
=
6.000.000 + 5.000.000
=
11.000.000
Payback Periode = modal yang diinvestasikan
= 40.000.000 = 3,6 ( 3 tahun )
aliran kas
11.000.000
0,6 x 12 bulan = 7,2 ( 7 bulan )
0,2 x 30 hari = 6 hari
jadi perusahaan dapat memperoleh kembali modalnya dalam
jangka waktu 3 tahun, 7 bulan, 6 hari
1.Depresiasi = Harga Perolehan - Nilai Sisa
Umur Ekonomis
2.Cash Inflow(proceed) = Earning after tax + Depresiasi
3. Discount Factor (DF) = [
1 ] + [ 2 ] + ....+ [
n ]
(1+r)1
(1+r)2 (1+r)n
4. Payback periode
jika proceed yang dihasilkan tiap tahun sama :
Payback Periode = Jumlah Investasi * 1
Tahun
Proceed
jika payback periode > umur ekonomis,
investasi ditolak
jika payback
periode < umur ekonomis, investasi diterima
Gambar:
Contoh Kasus:
Bank Mega Syariah Terseret Kasus Investasi Emas
JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus money
game berkedok investasi emas Golden Traders Indonesia Syariah (GTIS) dan
Gold Bullion Indonesia (GBI) merembet kemana-mana. Tak cuma menyeret Majelis
Ulama Indonesia (MUI) yang menerbitkan sertifikat syariah untuk GTIS dan GBI,
Bank Mega Syariah pun diduga terlibat dalam pusaran kasus investasi emas bodong
itu. Jejak Mega Syariah terekam di
empat kantor cabang di Jawa Tengah, yakni Mega Syariah Cabang Semarang,
Ungaran, Kendal dan Karangayu. Menurut seorang nasabah, dia dibujuk oleh
karyawan Mega Syariah, bernama Fresiyanto Novendi yang juga berperan sebagai
agen marketing GTIS dan GBI. Fresiyanto merayu nasabah agar mau membeli emas
dengan skema fisik di GTIS dan GBI. Sebagai pemanis, Mega Syariah mengucurkan
pembiayaan 60 persen dari harga pembelian emas GTIS dan GBI. Emas itu kemudian
digadai ke Mega Syariah dan nasabah mendapat uang gadai 60 persen untuk kembali
membeli emas di GTIS dan GBI, kemudian digadai lagi ke bank milik pengusaha
Chairul Tanjung ini. Dengan cara itu, keuntungan yang mungkin didapat nasabah
bisa berlipat ganda. Rayuan ini membuat nasabah tergiur. Apalagi, seringkali
dana talangan diberikan lebih dulu sebelum emas diterima Bank Mega Syariah.
Belakangan, masalah muncul ketika pembayaran bonus dari GTIS dan GBI macet.
Saat jatuh tempo, nasabah tak bisa menebus emas, Mega Syariah lantas
melelangnya. Hampir 100 persen dana hasil lelang dikuasai Mega Syariah. Sisa
hasil lelang yang dikembalikan ke nasabah sangat kecil. Misalnya dari hasil
lelang Rp 100 juta, nasabah hanya dapat Rp 1 juta hingga Rp 2 juta. Ia
menuding, kerugian terjadi karena ada peran Mega Syariah. Menurutnya, di
awal kelahiran Gold Bullion Indonesia Syariah (GBIS), yang semula GBI,
Mega Syariah Semarang memberikan fasilitas. "Tiga bulan pertama GBI
Semarang belum punya kantor sendiri. Selama itu GBI bertransaksi di lantai 1
ruang rapat Bank Mega Syariah Semarang," kata si nasabah. Nasabah juga
menuding, praktik gadai emas di Mega Syariah melanggar aturan Bank Indonesia
tentang batas gadai maksimal Rp 250 juta untuk setiap nasabah. Selama tahun
2011-2013, total nilai gadai emas nasabah itu di Mega Syariah mencapai belasan
miliar rupiah. Agar tak terkena aturan batas maksimal gadai, Mega Syariah
diduga mengakali, dengan memecah kepemilikan dengan memalsukan identitas
nasabah. Nasabah baru mengetahui hal ini ketika meminta semua fotokopi arsip
surat gadai ke Mega Syariah.